loola-games.info – Ilmuwan terus mengungkap misteri lubang hitam kuno yang dikenal sebagai Lubang Hitam Primordial atau Miniatur (PBH), yang dianggap berpotensi sebagai pembentuk materi gelap. Namun, penelitian terkini menawarkan perspektif baru, mengindikasikan bahwa jumlah PBH di alam semesta awal mungkin lebih sedikit dari yang diperkirakan sebelumnya, berlawanan dengan teori populer yang menyatakan seharusnya ada lebih banyak PBH.
Jason Kristiano, mahasiswa pascasarjana fisika teoretis di Universitas Tokyo dan penulis utama studi yang dikutip oleh Live Science, menyatakan, “Meskipun banyak peneliti meyakini bahwa lubang hitam purba bisa menjadi kandidat utama untuk materi gelap, jumlahnya yang cukup banyak adalah syarat esensial bagi teori ini.” Namun, temuan terbaru menunjukkan bahwa model yang ada mungkin belum menangkap fenomena ini dengan akurat.
Lubang Hitam Primordial diperkirakan terbentuk hanya beberapa detik setelah Big Bang, dan penelitian baru menunjukkan bahwa jumlah PBH yang terbentuk di awal alam semesta modern mungkin jauh lebih sedikit dari yang diperkirakan. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru tentang asal usul dan jumlah materi gelap, yang diyakini mencakup 85% massa alam semesta tetapi tidak berinteraksi dengan cahaya seperti materi biasa.
Materi gelap berinteraksi melalui gravitasi dan dapat mempengaruhi materi biasa serta cahaya. Meskipun tidak terlihat, keberadaan PBH bisa menjelaskan mengapa alam semesta tampak lebih berat dari yang bisa dijelaskan oleh materi yang dapat dilihat.
Penelitian Kristiano dan koleganya menggunakan model baru berdasarkan teori medan kuantum canggih untuk menjelaskan mengapa PBH tidak terbentuk dalam jumlah yang banyak. Model ini mempertimbangkan runtuhnya gelombang gravitasi pendek yang kuat di awal alam semesta, yang berpotensi menciptakan PBH.
Kristiano menambahkan, “Model kami menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyatukan gelombang-gelombang ini mungkin jauh lebih singkat dari yang diperkirakan.” Hal ini membawa implikasi besar bagi pemahaman kita tentang struktur alam semesta.
Para peneliti berencana untuk menguji teori mereka lebih lanjut dengan menggunakan detektor gelombang gravitasi yang sangat sensitif seperti Laser Interferometer Space Antenna (LISA), yang dijadwalkan diluncurkan ke luar angkasa pada tahun 2035 dengan roket Ariane 3. Penelitian ini tidak hanya membuka jalan untuk pemahaman yang lebih dalam tentang materi gelap tapi juga aspek-aspek mendasar dari alam semesta kita.